Donnerstag, 26. Mai 2011

Cara jitu menghadapi stres

Tadinya mau bikin tulisan tentang kiat mengahadapi masalah, atau Kiat mengatasi stres. Tapi karena cuma punya satu cara biar ngga dihadapi stres berkepanjangan, maka saya memilih judul di atas.

Saya yakin semua orang pasti pernah diliputi perasaan gundah-gulana. Penyebabnya bisa dari masalah ringan, seperti masa-masa PMS (pra menstruasi syndrom) sampe masalah-masalah berat seperti masalah ekonomi atau kena bencana alam. Yang jelas, semua masalah tersebut membuat hati nggak enak, tidur nggak nyenyak, makan kurang nikmat, dan yang lainnya.

Biasanya orang-orang yang saya minta nasehatnya, akan mengatakan sabar, banyak-banyak do'a, atau dekat-dekatlah sama Yang Maha Kuasa. Memang benar cara-cara tersebut bisa membuat gundah-gulana menghilang. Akan tetapi, kadang-kadang, kalau lagi "bandel", hal-hal tersebut sangatlah terasa abstrak, sehingga perlu cara lagi untuk bisa sampai ke cara-cara abstrak tersebut.

Cara yang akan saya utarakan disini adalah cara yang sudah beberapa kali saya coba. Terus terang cara ini adalah cara yang saya tiru dari seseorang yang saya kenal alias nyontek. Meskipun saya ngga pernah nanya, dan orang tersebut juga ngga pernah kasih tahu cara ini ke saya...(Jadi namanya bukan nyontek ya, tapi kira-kira ajah..hehehe).

Halah, jadi muter-muter.... Jadi, caranya adalah dengan memikirkan masalah orang lain. Semakin banyak saya mikirin orang berikut masalahnya, semakin saya lupa dengan masalah yang saya hadapi sendiri, dan akhirnyapun saya bisa lupa dengan rasa gundah gulana yang saya alami.

Emang sih kesannya jadi melarikan diri dari masalah. Tapi cara ini cukup efektif saya gunakan untuk men-delay sementara perasaan gundah-gulana yang seringkali kerap mendera saya akibat "masalah hormon". Kan ngga bagus juga kalau main sama anak-anak dengan perasaan yang kacau balau. Nanti, ketika keadaannya sudah agak tenang,  baru saya cari cara untuk mencari solusi dari masalah yang saya hadapi.

Oh iya, cara untuk bisa mikirin masalah orang adalah, saya menelpon teman yang kira-kira punya masalah, atau masalah berat, biarkan dia curhat. Setelah itu pikiran saya pasti sibuk memikirkan solusi untuk masalah yang teman saya hadapi.

Hal yang paling penting kalau ingin ikutan nyontek cara yang saya pakai ini: JANGAN EMBER!!!. Jangan sampai masalah teman kita yang kita dengarkan tadi, kita sampaikan sama orang lain. Buat orang yang suka keceplosan, saya ngga menyarankan pakai cara ini.
Hikmahnya, mudah-mudahan saya bisa bantu cariin solusi buat temen-temen yang punya masalah, yang ternyata masalah mereka JAUH lebih berat dari masalah yang saya alami..

Dan satu lagi, dalam pergaulan, jangaaan sampai terkesan kita paling tahu tentang masalah-masalah yang orang lain sedang hadapi.Walaupun kita mungkin sebenernya udah tahu masalahnya. Orang Jerman biasa menyebut dengan istilah "Besser Wisser" (Ngga tau deh bener apa ngga nulisnya). Soalnya kalau udah gitu, orang pasti ngga seneng gaul sama kita. Bagaimanapun yang namanya Vorurteil (terjemahan bebasnya:justifikasi awal) itu pasti terasa sama lawan bicara kita. Usahakan kita membebaskan diri dari prasangka yang bersumber dari masalah-masalah yang sudah diceritakan orang lain, dan membiarkan obyektifitas kita bermain ketika satu masalah sudah dibuka di depan publik.  Yang ini malah ngga nyambung  beneran....

Ya udah deh, pokoknya begitu.....Hahaha..enaknya punya blog bisa bikin opini di rumah sendiri (*walaupun mungkin ngawur)

Wallahu'alam bishowwab.

Sonntag, 22. Mai 2011

Dzikrul Maut

Beberapa hari belakangan, saya mendengar beberapa orang meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Hampir sebulan yang lalu, anak teman saya yang berusia belum genap lina bulan meninggal secara mendadak, tanpa sakit apapun. 

Dalam seminggu, saya mendengar kabar kepergian dua orang ibu. Dua-duanya tidak pernah saya kenal secara fisik, tapi semangatnya, aura kebaikannya, seolah-olah bisa menembus ruang jarak dan hubungan perkenalan yang penuh basa-basi. Mba Nurul F. Huda dan ustadzah Yoyoh Yusroh. Walaupun telah tiada, tulisannya, semangatnya masih bisa dirasakan oleh banyak orang. Innalillahi wa inna ilaihiraji'un. 

Kepergian mereka membuat saya berpikir mengenai batas akhir waktu hidup saya  sendiri. Tidak ada yang tahu , sampai kapan jatah waktunya masing-masing berakhir. Bisa besok, setahun lagi, 10 tahun lagi. Apakah ketika waktu itu datang, saya sedang dalam keadaan taat. Atau na'udzubillah, ketika sedang maksiat. Apakah ada amalan yang kiranya Alloh ridhoi untuk bisa diterima tempat terbaik milikNya. 

Ya Alloh ampunilah segala dosa-dosa hambaMu ini. Jika aku lalai, jika aku sengaja. Ya Alloh, jagalah hamba dan keluarga hamba dari kemaksiatan. Terimalah ibadah-ibadah kami. Berikanlah kami khusnul khotimah. Kumpulkanlah kami dalam jannahMu. 


Mittwoch, 18. Mai 2011

Mudik dec2010-mar2011

Sudah agak basi sebetulnya, karena liburannya udah beberapa bulan yang lalu. Daripada ngga terdokumentasi sama sekali, saya tulislah disini. Mudah-mudahan bermanfaat untuk masa depan...

Tadinya saya ngga ada rencana mudik sama sekali, apalagi budget dirasa tidak memungkinkan untuk beli tiket pesawat. Tapi kayanya emang rejekinya Daffa, dan salah satu alsan terbesar kami pulang demi Daffa, alhamdulillah ada aja jalannya. Dapet tiket bolak balik seharga 557€ untuk satu orang dewasa pake pesawat Emirates berasa dapet rejeki nomplok...(logika yang aneh kan, padahal yang namanya beli tiket adalah mengeluarkan duit...).


Bermula dari terlambatnya Daffa bicara, dan termin-termin Daffa di beberapa terapi dan beberapa dokter. Saya yang awalnya menjalani hal tersebut biasa-biasa aja. Mulai agak "panas" denger cerita anaknya si A sudah bisa ini, anaknya si B sudah bisa itu, dan lainnya di usia yang sama dengan Daffa. Saya terus terang agak panik, khawatir Daffa kena Autis, ADHD, ADHS, Asperger, atau yang lainnya. Apalagi bukan cuma saya yang khawatir, nenek, sodara, temen juga ikutan ngingetin. Berlembar-lembar artikel saya baca, internet juga saya babat habis dengan tema-tema serupa. Yang ada bukannya bikin ringan kepala, malah bikin saya tambah stres. Akhirnya, kerajinan saya melihat-lihat harga tiket ke Indonesia membuahkan hasil, langsung saya lobi si abi. Yes, boleh mudik. Dan bonusnya diantar pula....alhamdulillah....

Di Indonesia, saya mencoba menyekolahkan Daffa di playgoup, dan berkonsultasi di salah satu klinik tumbuh kembang anak. Di playgoup, alhamdulillah, walaupun Daffa masih banyak lari-lari mondar-mandir dalam kelas, dia nggak usah ditungguin. Hasil konsultasi dari klinik tumbuh kembang anak, Daffa disarankan untuk ikut terapi sensor integrasi dan terapi wicara. Daffa kemudian diterapi 5 kali dalam seminggu, dan ikut playgoup. Kalau dari kacamata orang dewasa, terapinya kelihatannya cuma main-main aja. Dalam terapi sensor integrasinya, Daffa diayun sambil diberikan intruksi sederhana, meronce, berjalan di papan titian, sit-up di bola gymnastik, disikat pada punggung, tangan, kaki,dan permainan mengasyikan lain. Tapi, untuk Daffa, setiap habis terapi dia kelihatan kecapean banget. Belum lagi kalau setelah itu, dia berangkat playgroup atau ada terapi wicara. Atau habis itu masih diulang lagi terapi sama ibunya sendiri. Fiuuuhhh....


Dalam hati sebetulnya saya kasihan melihat Daffa menjalani serangkaian terapi . Tapi, saya melihat sendiri perubahan Daffa yang sangat-sangat kelihatan dari hari ke hari. Dari yang tadinya dipanggil namanya lima kali baru jawab, semakin haru cuma dua kali dipanggil, bahkan sekarang kalau dipanggil sudah menyahut "iya". Yang sebelumnya tidak melihat orang kalau diajak ngomong, sekarang sudah mencari tatapan mata orang yang sedang diajak bicara. Yang tadinya ngga mau disentuh orang lain, sekarang bahkan mau dibantu dipakaikan sepatunya. Alhamdulillah, ngga habis-habis rasanya saya bersyukur.

Semuanya ngga lepas dari bantuan-bantuan di sekitar saya, baik bantuan doa, perhatian, maupun bantuan tenaga. Bantuan mba Yuni, asisten saya selama 2,5 bulan di Indonesia, sekarang sangat saya rindukan. Bantuan anak-anak tetangga rumah nenek yang rajin main ke rumah, bikin saya semakin pingin cepet2 mudik lagi. Semuanya terasa hangat di Indonesia. Suasananya, cuacanya, orang-orangnya...Subhanallah...Bikin saya merasa, iya saya betah di Jerman, tapi di Indonesia lebih betah lagi..... Dua setengah bulan kemarin saya bukan liburan, tapi saya hidup di Indonesia. Dalam bahasa Jermannya: "Ich habe kein Urlaub gemacht, sondern gelebt".  Dan untuk kelanjutan terapinya Daffa, saya banyak mendapatkan pencerahan, dan enaknya lagi dalam bahasa Indonesia. Satu-satunya yang berasa seperti liburan, ketika akhir pekan tiba, dan kami sekeluarga pergi ke Taman Mini untuk senam atau menonton orang-orang senam sambil jajan murah meriah. Enaknya punya rumah di belakang taman mini...eits rumahnya nenek deng....

Sayangnya beberapa kesempatan teman-teman yang kesempetan silaturahim, ngga terdokumentasi lewat foto, tapi tenang...semua tersimpan di lubuk hati, dalam album yang paling manis...

* Foto yang dipajang:
paling atas: foto Daffa waktu performance terakhir di PG
yang bawah: menjelang maghrib, Daffa, syamil, sepupu, dan tetangga masih main odong-odong.